Landing Dock Trademark PT PAL Indonesia (Persero)

Sepanjang sejarah berdirinya PT PAL Indonesia (Persero) telah memperoduksi berbagai varian kapal, baik kapal perang maupun kapal niaga, serta produk-produk rekayasa umum mulai dari Rig Offshore, Jembatan Holtekamp, hingga Dual Fuel Engine Barge Mounted Power Plant (BMPP).  Beberapa produk kemudian dianggap menjadi ciri atau trademark dari PT PAL Indonesia (Persero), salah satunya adalah kapal Landing Dock.

Kapal Landing Dock merupakan kapal pendukung atau support dalam pelaksanaan operasi militer. Dalam strategi peperangan laut modern kapal Landing Dock memiliki nilai strategis karena mampu menghadirkan efek kejut atau pendadakan terhadap musuh melalui kapabilitasnya untuk menerjunkan pasukan pendarat tempur secara cepat dan masif di pantai garis depan musuh. Kapal tersebut nature-nya merupakan kapal pendukung Operasi Militer Perang (OMP), pada masa damai kapal tersebut dapat difungsikan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Berdasar pada UU TNI No. 34 tahun 2004, dalam misi OMSP, Kapal BRS dapat melaksanakan tugas operasi membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan serta membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Tidak terbatas pada scope tersebut, Kapal Landing Dock juga memiliki tugas pelaksanaan misi diplomasi internasional.

Penguasaan teknologi Landing Dock didapat melalui transfer teknologi (ToT) dari perusahaan galangan kapal Korea Selatan Daesun Shipbuilding & Engineering. Bermula dari kontrak Pemerintah Indonesia untuk pembelian empat unit Landing Dock Kelas Makassar dengan syarat ToT pada tahun 2004, dua kapal pertama dibangun di Korea Selatan, sementara kapal ketiga KRI Banjarmasin (592) dan keempat KRI Banda Aceh (593) dibangun di Indonesia. PT PAL Indonesia (Persero) ditunjuk oleh pemerintah untuk mengerjakan proyek kapal ketiga dan keempat dengan asistensi dari Daesun Shipbuilding & Engineering. Kapal Landing Dock pertama adalah KRI Makassar (590) diluncurkan pada Desember 2006 dan beroperasi pada April 2007. Kapal kedua KRI Surabaya (591) diluncurkan Maret 2007 dan beroperasi Agustus 2007. Kapal ketiga dan keempat, berurutan adalah KRI Banjarmasin (592) yang diluncurkan Agustus 2008 dan beroperasi November 2009. KRI Banda Aceh (593) diluncurkan pada Maret 2010 dan beroperasi Maret 2011.

Terdapat beberapa penyesuaian yang dilakukan oleh PT PAL Indonesia (Persero) pada kapal ketiga dan keempat, seperti penambahan sistem komando dan kontrol, sistem senjata 57 mm dan sistem pertahanan udara. Penyesuaian juga dilakukan pada desain kapal mengadopsi teknologi semi stealth.  Penyesuaian lain yang dilakukan adalah dapat membawa helikopter lebih banyak. Pada Landing Dock pertama dan kedua hanya dapat mengakomodasi 3 helikopter (dua pada dek dan satu pada hangar), sementara Landing Dock ketiga dan keempat sanggup mengakomodasi lima helikopter (dua pada dek dan tiga pada hangar) dengan panjang kapal 125 meter, lebih panjang 3 meter dibandingkan dengan kapal pertama dan kedua.

Kapal Landing Dock mampu mengangkut 35 kendaraan seperti truk angkut personel, tank tempur ringan, dan kendaraan taktis lainnya. Selain itu kapal tersebut dapat mengakomodasi dan menerjunkan 507 prajurit dengan perlengkapan tempur, dan 126 kru kapal. Masing-masing dilengkapi dengan dua wahana pendarat personel (LCVP) 23 meter untuk menerjunkan pasukan pendarat tempur di wilayah pantai musuh.

Keluarga Landing Dock yang dioperasikan oleh TNI AL bertambah menjadi lima unit dengan beroperasinya KRI Semarang (594) yang diproduksi oleh PT PAL Indonesia (Persero) pada 21 Januari 2019. KRI Semarang sementara ini mengemban fungsi sebagai Kapal BRS untuk memenuhi kebutuhan BRS TNI AL. Pada saat bersamaan PT PAL Indonesia (Persero) saat ini sedang melakukan proses produksi Kapal BRS pesanan TNI AL yang akan memasuki tahapan keel laying pada 10 Oktober 2019 dan direncanakan akan beroperasi pada tahun 2021. Artinya pada tahun 2021 TNI AL akan memiliki 6 unit Landing Dock, 4 unit dengan fungsi Landing Dock dan 2 unit dengan fungsi BRS.

Kualitas, ketahanan, dan ketangguhan kapal Landing Dock produksi PT PAL Indonesia (Persero) telah teruji. Beberapa misi operasi TNI AL melibatkan Kapal Landing Dock produksi PT PAL Indonesia (Persero) seperti Operasi Pembabasan MV Sinar Kudus yang disandera di perairan Somalia pada tahun 2012 yang lalu. Selanjutnya di tahun 2016, KRI Banda Aceh menjalani Operasi Jala Krida sebagai latihan puncak kadet Akademi Angkatan Laut dari Korps Pelaut dengan tujuan Australia dan Selandia Baru. Tempaan berbagai misi operasi baik di dalam maupun di luar negeri tidak mengurangi kesiapan dan performa kapal Landing Dock karya anak bangsa.

Seiring dengan reputasi kualitasnya yang baik, beberapa negara mulai melirik kapal Landing Dock buatan PT PAL Indonesia (Persero). Reputasi Kapal Landing Dock produksi PT PAL Indonesia (Persero) yang semakin mendunia menarik minat banyak negara. PT PAL Indonesia (Persero) mengembangkan Landing Dock dalam berbagai varian yang diminati oleh banyak negara. Malaysia misalnya, membutuhkan  Landing Dock Multi Role Support Ship (MRSS) dengan spesifikasi panjang 163 meter. Sementara Thailand mensyaratkan Landing Dock dengan spesifikasi submarine tender yaitu kemampuan sandar kapal selam untuk berbagai kebutuhan seperti suplai logistik, rekreasional personel, dan lainnya. Senegal, sebuah negara di Kawasan Afrika Barat juga menaruh minat pada Kapal Landing Dock produksi PT PAL Indonesia (Persero).

PT PAL Indonesia (Persero)  saat ini telah memasuki tahapan maju (advance) dalam produksi kapal Landing Dock, kapal Landing Dock menjadi trademark dan produk unggulan PT PAL Indonesia (Persero). PT PAL Indonesia (Persero) menjadi salah satu rujukan utama untuk pengadaan kapal Landing Dock oleh negara sahabat.

Disiapkan Oleh: Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero)