Lawatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pertemuan APEC, East Asia Summit, dan G 20 pada November 2014 mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak dan menjadi lawatan bersejarah. Selain promosi potensi investasi ekonomi, Presiden Jokowi juga membawa ide Poros Maritim Indonesia. Pidato Presiden Jokowi dalam forum East Asia Summit di Myanmar menggarisbawahi lima pilar utama poros maritim yaitu membangun kembali budaya maritim, menjaga dan mengelola sumberdaya laut, pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi maritim sebagai sarana preventif konflik, dan pembangunan kekuatan pertahanan maritim. Hingga saat ini berbagai proyek dan program diinisiasi sebagai bagian dari implementasi doktrin tersebut.

            Indonesia memiliki potensi maritim yang sangat besar di bidang ekonomi maupun geopolitik. Fokus pembangunan dan pengelolaan maritim seyogyanya tidak hanya dilakukan dalam kerangka ekonomi semata, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, panjang garis pantai 81.000 km, dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2. Dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut. Dengan situasi tersebut dibutuhkan pengelolaan wilayah maritim yang komprehensif.

Secara geografis, wilayah Indonesia terletak di antara dua samudera serta menjadi jalur utama pelayaran dunia. menghubungkan Asia Timur dengan Afrika dan Eropa serta sebaliknya yang secara geopolitik dan geostrategis dapat memainkan peran penting baik di kawasan maupun global. Indonesia berbatasan maritim dengan 10 negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Wilayah maritim Indonesia terdapat tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dengan dua belas percabangan yang dialokasikan bagi jalur pelayaran internasional yang melewati Indonesia, selain itu juga terdapat tiga choke points yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.

Luas wilayah serta posisi yang sangat strategis tentunya menjadi berkah disatu sisi namun juga mengandung potensi ancaman dan kerawanan seperti perompakan, illegal fishing, pelanggaran batas wilayah, klaim wilayah perbatasan. Wilayah yang harus diamankan sesuai dengan strategi pertahanan negara adalah wilayah kedaulatan atau teritorial dan zona hak berdaulat tau ZEE. Untuk menanggulangi berbagai ancaman dan kerawanan tersebut Indonesia harus memiliki kekuatan keamanan dan pertahanan maritim yang kredibel serta berdaya gentar. Konsep sea power terdapat dalam pilar kelima doktrin poros maritim Presiden Jokowi.

Konsep Sea Power

Konsep sea power sebenarnya tidak hanya mengandung unsur kekuatan Angkatan Laut, namun memiliki cakupan konsep yang lebih luas. Terdapat tiga elemen utama dalam konsep sea power yaitu kontrol atas lalu lintas komersial dan perdagangan internasional, kemampuan operasi tempur Angkatan Laut, dan penggunaan instrumen Angkatan Laut dalam aspek diplomasi, deterens (penggetar), dan pengaruh politik pada masa damai. Berbeda dengan konsep land power atau air power yang sangat berorientasi militer, konsep sea power tidak terpisahkan dengan kepentingan geo-ekonomi. Namun demikian, aspek kekuatan pertahanan laut memiliki peran yang sangat penting sebagai instrumen yang memastikan sea power diraih dan tercapainya kepentingan geo-ekonomi.

Negara maritim harus memastikan kontrol lalu lintas komersial dan perdagangan internasional, lalu lintas serta perdagangan internasional yang melewati wilayah Indonesia melalui tiga ALKI atau sea lines of communication/commerce (SLOC). Semua obyek asing harus mendapatkan izin serta mematuhi regulasi serta kontrol Indonesia termasuk kapal perang. Hal tersebut merupakan tantangan bagi Indonesia untuk memastikan seluruh obyek asing yang melintasi perairan Indonesia tidak memiliki agenda negatif serta mematuhi segala regulasi.

Angkatan Laut negara maritim juga harus memiliki sarana dan mampu memainkan tiga peran yaitu  naval diplomacy, deterens, dan pengaruh politik pada masa damai.

Terdapat beberapa isu yang menjadi katalis dan potensi ancaman terhadap eksistensi sea power Indonesia yaitu isu Laut Tiongkok Selatan, kebijakan penyeimbangan ulang AS di Asia Pasifik, serta Strategi India di Samudera Hindia. Isu-isu tersebut harus menjadi bagian dari kesadaran bahwa potensi tersebut nyata.

Pembangunan Kekuatan Pertahanan Maritim

Negara maritim harus memiliki kemampuan operasi tempur laut yang mumpuni. Angkatan Laut harus memiliki fungsi pertahanan yang efektif. Luasnya wilayah laut menuntut tanggung jawab yang berat, Angkatan Laut harus terus dibangun disegala bidang agar semakin profesional. Terdapat tiga klasifikasi Angkatan Laut yaitu BrownGreen, dan Blue Water Navy. Ketiganya memiliki perbedaan lebih pada kemampuan operasi dan proyeksi wilayah. Brown water navy menitik beratkan operasi di wilayah pantai atau litoral, sementara green water navy merupakan kemampuan operasi di wilayah teritorial (khususnya negara kepulauan), klasifikasi tertinggi blue water navy mensyaratkan kemampuan operasi lintas samudera.

Pembangunan pertahanan Indonesia diselenggarakan untuk mewujudkan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter menuju kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Pasifik dengan prinsip defensif aktif dalam rangka menjamin kepentingan nasional. Usaha pertahanan negara diselenggarakan melalui pembangunan postur pertahanan negara secara berkesinambungan untuk mewujudkan kekuatan, kemampuan dan gelar. Pembangunan postur pertahanan militer diarahkan pada pemenuhan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) komponen utama. Program MEF merupakan program jangka panjang yang memiliki tiga tahap. Saat ini telah memasuki tahap ketiga yang akan berakhir tahun 2024. Untuk mencapai kekuatan minimum esensial, ada beberapa program yang dijalankan yaitu Pengadaan, Rematerialisasi, Revitalisasi, dan Relokasi. Terdapat enam kapabilitas inti yang harus dimiliki oleh Angkatan Laut yaitu hadir di wilayah terdepan, deterens, kontrol maritim, proyeksi kekuatan, keamanan maritim, dan kemampuan selain tempur seperti asistensi kemanusiaan dan penanggulangan bencana.

TNI AL sebagai institusi pertahanan matra laut menjalankan berbagai program untuk mewujudkan kekuatan, kemampuan, dan gelar serta kapabilitas inti minimum esensial. Seperti pembentukan Koarmada III di Sorong dan berbagai proyek pengadaan alutsista.

Industri Strategis

            Kebijakan – kebijakan di atas merupakan peluang sekaligus tantangan bagi industri strategis dalam negeri untuk mengisi ceruk kebutuhan serta kemandirian industri strategis nasional. Industri strategis yang kuat dan mandiri akan menjadi kebanggaan nasional dan membangun citra positif negara tersebut.

Dengan doktrin pertahanan defensif aktif, semakin memudahkan industri strategis untuk mengisi peluang tersebut. Doktrin defensif aktif tidak menyaratkan sebuah negara untuk memiliki alutsista dengan daya gempur tinggi. kemampuan alutsista sebatas bertahan, namun juga memiliki kemampuan respon dan daya gentar (deterns) yang tinggi.

            Wilayah maritim yang luas menjadi tantangan tersendiri, namun dengan kemampuan industri strategis nasional yang prima dapat menjawab tantangan tersebut. Saat ini Indonesia telah mampu membangun kapal perang, kapal selam, dan kapal bantu. Melalui UU No. 16 Tahun 2012, PT PAL Indonesia (Persero) merupakan lead integrator dalam pemenuhan kebutuhan alutsista matra laut. Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 meter merupakan kapal perang produksi PT PAL Indonesia (Persero) dengan fungsi patroli yang cocok dioperasikan oleh negara pantai dan kepulauan untuk patroli litoral. Kelas yang lebih tinggi yaitu light frigate Perusak Kawal Rudal (PKR) 105 meter alih teknologi bekerjasama dengan DSME Belanda, merupakan sarana untuk mewujudkan efek gentar di wilayah kedaulatan maupun hak berdaulat Indonesia. Teknologi paling mutakhir ialah kemampuan memproduksi kapal selam kelas Changbogo bekerjasama dengan Daewoo, Korea Selatan.

            Selain kapal perang, PT PAL Indonesia (Persero) juga memiliki kemampuan membangun dan memproduksi kapal bantu. Beberapa produk kapal tersebut adalah Landing Platform Dock (LPD) 124 meter. Varian kapal-kapal tersebut telah diekspor ke Filipina dan diminati beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan Senegal. Indonesia telah mengoperasikan 3 LPD 124 meter dan akan memiliki dua kapal bantu rumah sakit dengan basis desain LPD 124 meter. Selain melakukan bantuan tempur, kapal tersebut juga memiliki kapabilitas untuk melaksanakan operasi militer selain perang seperti penanggulangan bencana dan misi kemanusiaan lainnya.

            Tidak hanya membangun dan memproduksi, PT PAL Indonesia (Persero) juga memiliki kemampuan melakukan pemeliharaan dan perbaikan, baik itu kapal perang, kapal bantu, kapal selam, maupun kapal niaga. PT PAL Indonesia (Persero) memiliki dok hingga kapasitas 50.000 dwt.

            Kemampuan – kemampuan di atas merupakan wujud nyata karya dan kontribusi untuk Bangsa yang dipersembahkan oleh PT PAL Indonesia (Persero). Tidak pernah berpuas dengan pencapaian ini, PT PAL Indonesia (Persero) terus berinovasi untuk dapat terus berkarya bagi Bangsa dan Negara. Mewujudkan visi besar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Disiapkan Oleh: Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero)