Kiprah Kapal Bantu Rumah Sakit Produksi PT PAL Indonesia (Persero)

7 Oktober 2019 pukul 16.05


Kapal Bantu Rumah Sakit atau yang lebih dikenal dengan sebutan BRS bukanlah alat utama sistem senjata (alutsista) baru TNI AL. Saat ini TNI AL telah memiliki satu BRS KRI Dr. Soeharso dan dijadwalkan akan mendapatkan tambahan satu BRS lagi pada tahun 2021. TNI AL saat ini mengalihfungsikan KRI Semarang (594) menjadi kapal BRS untuk memenuhi kebutuhan. Proyek pengadaan BRS kedua TNI AL saat ini sedang dalam proses pengerjaan oleh PT PAL Indonesia (Persero). Dijadwalkan pada Kamis, 10 Oktober 2019 proses pengerjaan akan memasuki tahapan keel laying atau peletakan lunas kapal. Kapal BRS berbasis pada kapal Landing Platform Dock (LPD) yang telah digunakan oleh TNI AL, AL Filipina, dan diminati sejumlah negara seperti Malaysia, Thailand, dan Senegal.

Kapal BRS memiliki spesifikasi teknis panjang 124 meter, lebar 22 meter, dan tinggi 6,8 meter. Kapal tersebut memiliki berat 7300 ton, dengan kecepatan maksimal 18 knot, kecepatan jelajah 14 knot, dan endurance minimal 30 hari. Dalam operasinya kapal tersebut dapat mengangkut 120 kru, 16 kru helikopter, 89 orang kru kesehatan, memiliki kemampuan menampung dan merawat 169 pasien. Dalam misi evakuasi, kapal ini sanggup mengangkut 280 orang.

Kapal BRS merupakan kapal pendukung atau support dalam pelaksanaan operasi militer. Kapal tersebut nature-nya merupakan kapal pendukung Operasi Militer Perang (OMP), pada masa damai kapal tersebut dapat difungsikan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Berdasar pada UU TNI No. 34 tahun 2004, dalam misi OMSP, Kapal BRS dapat melaksanakan tugas operasi membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan serta membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Tidak terbatas pada scope tersebut, Kapal BRS juga memiliki kapabilitas pelaksanaan misi diplomasi internasional.

Fungsi Kapal BRS sangat pas dengan karakteristik dan wawasan maritim Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan sebagai negara yang terletak dalam kawasan ring of fire memiliki kerentanan bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi yang dapat diikuti oleh bencana sekunder seperti tsunami dan lainnya. Dengan situasi tersebut, Kapal BRS bersifat mobile dan dapat digerakkan kapan saja ke wilayah terdampak bencana untuk melaksanakan kegiatan tanggap darurat bencana. Kapal BRS dilengkapi dengan berbagai fungsi medis hingga tindakan medis. Fasilitas medis yang dimiliki setara dengan sebuah rumah sakit, hingga julukan sebagai rumah sakit mengapung layak diberikan pada Kapal BRS.

Sebuah misi pernah diemban oleh KRI Dr. Soeharso, misi tersebut adalah melaksanakan operasi kemanusiaan di Timor Leste pada awal tahun 2016 bertepatan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo. Selama berada di Timor Leste KRI Dr. Soeharso melakukan kegiatan bakti kesehatan terhadap masyarakat, masyarakat Timor Leste sangat antusias terhadap kegiatan tersebut. Misi muhibah di luar negeri merupakan salah satu tugas utama TNI AL yaitu Naval Diplomacy. Terdapat satu hal khusus yang hendak diraih dari kegiatan tersebut. Naval diplomacy merupakan salah satu implementasi komunikasi dari konsepsi Confidence Building Meassures (CBM). CBM merupakan upaya untuk menciptakan rasa saling percaya antara dua aktor internasional. Negara merupakan salah satu aktor internasional. Terdapat beberapa variabel yang dapat dipergunakan untuk mengupayakan CBM yaitu komunikasi, pembatasan, transparansi, dan verifikasi. Kegiatan bakti kesehatan KRI Dr. Soeharso di Timor Leste merupakan bentuk upaya komunikasi untuk menciptakan CBM antara Indonesia dan Timor Leste.

Indonesia dan Timor Leste memiliki sejarah yang unik di masa lalu. Upaya untuk menciptakan relasi yang produktif dan setara memerlukan proses yang panjang. Namun berkat komitmen yang baik antara kedua negara, proses tersebut dapat dilalui dengan baik. Kunci dari keberhasilan tersebut adalah kesungguhan dan komitmen menciptakan rasa saling percaya antara kedua belah pihak hingga tercapai rekonsiliasi. Rekonsiliasi dapat tercipta ketika masing-masing pihak telah merelakan untuk menghilangkan ingatan konflik di masa lalu. Dan KRI Dr. Soeharso berhasil menjalankan tugasnya dengan baik sebagai aktor untuk mewujudkan rasa saling percaya.

Disiapkan oleh: Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero)